Berikut ini beberapa kelompok teater modern yang kehadirannya memberikan sumbangan besar bagi perkembangan teater Nusantara.
1. Bengkel Teater Rendra
Bengkel Teater Rendra didirikan W.S. Rendra di Kampung Ketanggunan, Yogyakarta (1961) dan di Depok (1986). Pertunjukan-pertunjukan yang mereka tampilkan selalu mendapatkan sambutan hangat dan seolah menjadi barometer peta pertunjukan teater di tanah air. Rendra sebagai seorang sastrawan, aktor, sutradara, dan penulis naskah yang baik mampu menciptakan pertunjukan yang menarik dan bermutu. Karya-karya yang pernah dipentaskan antara lain: Orang-orang di Tikungan Jalan (1954), Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata), Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Mastodon dan Burung Kondor (1972), Kasidah Barzanji, Panembahan Reso (1986), dan Kisah Perjuangan Suku Naga
2. Teater Populer
Teater Populer dipimpin Teguh Karya dan pada perkembangannya grup teater ini beralih ke industri perfilman Indonesia. Para pemainnya misalnya: Slamet Rahardjo, El Malik, Christine Hakim, dan Nano Riantiarno. Setelah Teguh Karya meninggal para pemainnya lebih berorientasi ke dunia film.
3. Teater Kecil
Teater Kecil dipimpin oleh Arifin C. Noer. Arifin adalah penulis naskah yang produktif. Naskahnya dipandang memiliki warna Indonesia. Penulis dari Cirebon ini sering memasukkan unsur kesenian daerahnya ke dalam naskah teater yang ditulis atau dipentaskannya. Karya-karyanya misalnya: Kapai-Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang, Sandek Pemuda Pekerja, dan Sumur Tanpa Dasar.
4. Teater Koma
Teater Koma dipimpin oleh Nano Riantiarno dan merupakan kelompok teater paling produktif di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Lebih dari seratus produksi panggung dan televisi yang pernah dipentaskan oleh Teater Koma. Nano Riantiarno adalah penulis naskah yang kuat serta sutradara yang potensial. Karya-karyanya antara lain: Rumah Kertas, Maaf. Maaf. Maaf, Opera Kecoa, Opera Julini, Konglomerat Burisrawa, Semar Gugat, Suksesi, Opera Ikan Asin, dan Kenapa Leonardo?.
5. Teater Mandiri
Teater Mandiri dipimpin oleh Putu Wijaya, seorang sastrawan dan dramawan kelahiran Bali. Putu mantan anggota Bengkel Teater Rendra dan termasuk penulis naskah ulung. Naskah-naskahnya mendapat warna kuat dari naskah Menunggu Godot karya Samuel Beckett yang pernah dipentaskannya bersama Rendra di Bengkel Teater. Naskah ini mengisahkan tentang penantian Vladimir dan Estragon terhadap datangnya Godot yang hingga pertunjukan selesai tidak kunjung datang.
6. Bengkel Muda Surabaya
Lahir di kota Surabaya dan pada awal kemunculannya mengacu teater epik (Brecht) dengan idiom teater rakyat (kentrung dan ludruk). Tokoh yang tergabung dalam kelompok ini antara lain Akhudiat dan Basuki Rahmat.
7. Kelompok Teater yang Lain
Di samping kelompok-kelompok teater yang sudah disebutkan di depan, banyak pula dramawan yang menyemarakkan perkembangan teater di Indonesia. Misalnya: D. Djajakusuma, Wahyu Sihombing, Pramana Padmodarmaya (Teater Lembaga), Ikranegara (Teater Saja), Danarto (Teater Tanpa Penonton), Adi Kurdi (Teater Hitam Putih), Budi S. Otong (Teater SAE), Rudolf Puspa dan Derry Sirna (Teater Keliling), Ags. Arya Dwipayana (Teater Tetas), serta Dindon (Teater Kubur).
Kesenian dan Penjaskes Smp
Senin, 11 April 2016
Teater Transisi adalah?
Teater Transisi
Teater transisi merupakan jenis teater peralihan dari bentuk tradisional ke bentuk modern. Kelompok teater yang masih tergolong kelompok teater tradisional mulai memasukkan unsur-unsur teknik teater Barat ke dalam pertunjukannya, dinamakan teater bangsawan. Teater transisi ditandai dengan adanya cerita yang sudah mulai ditulis, meskipun masih dalam wujud cerita ringkas. Penyajian cerita menggunakan panggung dan dekorasi yang telah diatur, serta mulai memperhitungkan teknik yang mendukung pertunjukan. Selain pengaruh dari teater bangsawan, teater tradisional berkenalan juga dengan teater Barat yang dipentaskan oleh orang-orang Belanda di Indonesia sekitar tahun 1805
Rombongan pertama teater transisi misalnya Komedie Stamboel di Surabaya pada tahun 1891, yang pementasannya secara teknik telah banyak mengikuti budaya dan teater Barat (Eropa) dengan mempertunjukkan naskah. Pendiri kelompok ini adalah August Mahieu, seorang Indo-Perancis kelahiran Surabaya (1860-1906). Sedang penyedia modal untuk Komedi Stamboel ialah seorang Cina-peranakan bernama Yap Goan Tay dan Cassim, pembantunya
Setelah Komedie Stamboel muncul kelompok sandiwara seperti Sandiwara Dardanella (The Malay Opera Dardanella) yang didirikan Willy Klimanoff alias A. Pedro pada tanggal 21 Juni 1926. Kemudian lahirlah kelompok sandiwara lain, seperti Opera Stambul, Komidi Bangsawan, Indra Bangsawan, Sandiwara Orion, Opera Abdoel Moeloek, Sandiwara Tjahaja Timoer, dan sebagainya. Pada masa teater transisi belum muncul istilah "teater" namun dikenal istilah "sandiwara". Karenanya rombongan teater pada masa itu menggunakan nama sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.
Setelah kemunculan teater transisi, banyak pengetahuan untuk mengadopsi seni teater Barat dan memadukannya dengan teater tradisional. Seiring dengan perkembangan teater, pada tahun 1930-an''sebagai ungkapan ketertekanan kaum intelektual di masa itu karena penindasan pemerintahan Belanda, muncul sastra drama yang pertama kali menggunakan bahasa Indonesia dan disusun dengan model dialog berbentuk sajak yakni Bebasari (artinya kebebasan yang sesungguhnya atau inti kebebasan) karya Rustam Efendi (1926). Naskah Bebasari merupakan sastra drama yang menjadi pelopor semangat kebangsaan saat itu.
Menjelang akhir pendudukan Jepang muncul rombongan sandiwara Penggemar Maya (1944) pimpinan Usmar Ismail dan D. Djajakusumadengan dukungan Suryo Sumanto, Rosihan Anwar, dan Abu Hanifah beranggota cendekiawan muda, nasionalis, dan para profesional. Kelompok ini berprinsip menegakkan nasionalisme, humanisme, dan agama. Kelak, Penggemar Maya menjadi pemicu berdirinya Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) di Jakarta yang kelak mencetak tokohtokoh terkemuka teater Indoneia.
Teater transisi merupakan jenis teater peralihan dari bentuk tradisional ke bentuk modern. Kelompok teater yang masih tergolong kelompok teater tradisional mulai memasukkan unsur-unsur teknik teater Barat ke dalam pertunjukannya, dinamakan teater bangsawan. Teater transisi ditandai dengan adanya cerita yang sudah mulai ditulis, meskipun masih dalam wujud cerita ringkas. Penyajian cerita menggunakan panggung dan dekorasi yang telah diatur, serta mulai memperhitungkan teknik yang mendukung pertunjukan. Selain pengaruh dari teater bangsawan, teater tradisional berkenalan juga dengan teater Barat yang dipentaskan oleh orang-orang Belanda di Indonesia sekitar tahun 1805
Rombongan pertama teater transisi misalnya Komedie Stamboel di Surabaya pada tahun 1891, yang pementasannya secara teknik telah banyak mengikuti budaya dan teater Barat (Eropa) dengan mempertunjukkan naskah. Pendiri kelompok ini adalah August Mahieu, seorang Indo-Perancis kelahiran Surabaya (1860-1906). Sedang penyedia modal untuk Komedi Stamboel ialah seorang Cina-peranakan bernama Yap Goan Tay dan Cassim, pembantunya
Setelah Komedie Stamboel muncul kelompok sandiwara seperti Sandiwara Dardanella (The Malay Opera Dardanella) yang didirikan Willy Klimanoff alias A. Pedro pada tanggal 21 Juni 1926. Kemudian lahirlah kelompok sandiwara lain, seperti Opera Stambul, Komidi Bangsawan, Indra Bangsawan, Sandiwara Orion, Opera Abdoel Moeloek, Sandiwara Tjahaja Timoer, dan sebagainya. Pada masa teater transisi belum muncul istilah "teater" namun dikenal istilah "sandiwara". Karenanya rombongan teater pada masa itu menggunakan nama sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.
Setelah kemunculan teater transisi, banyak pengetahuan untuk mengadopsi seni teater Barat dan memadukannya dengan teater tradisional. Seiring dengan perkembangan teater, pada tahun 1930-an''sebagai ungkapan ketertekanan kaum intelektual di masa itu karena penindasan pemerintahan Belanda, muncul sastra drama yang pertama kali menggunakan bahasa Indonesia dan disusun dengan model dialog berbentuk sajak yakni Bebasari (artinya kebebasan yang sesungguhnya atau inti kebebasan) karya Rustam Efendi (1926). Naskah Bebasari merupakan sastra drama yang menjadi pelopor semangat kebangsaan saat itu.
Menjelang akhir pendudukan Jepang muncul rombongan sandiwara Penggemar Maya (1944) pimpinan Usmar Ismail dan D. Djajakusumadengan dukungan Suryo Sumanto, Rosihan Anwar, dan Abu Hanifah beranggota cendekiawan muda, nasionalis, dan para profesional. Kelompok ini berprinsip menegakkan nasionalisme, humanisme, dan agama. Kelak, Penggemar Maya menjadi pemicu berdirinya Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) di Jakarta yang kelak mencetak tokohtokoh terkemuka teater Indoneia.
Wilayah dan Tugas Sutradara
Wilayah dan Tugas Sutradara
a. Memilih sutradara yang andal dan mumpuni, bisa diambil dari seniman daerah yang memang memiliki kemampuan di bidang seni teater daerah masing-masing.
b. Memilih cerita yang akan disampaikan ke penonton, biasanya kalau sudah menemukan sutradara yang andal dan mumpuni, sang sutradara sudah memiliki gambaran cerita yang akan diangkat.
c. Menentukan pemain. Pada tahap ketiga berhubungan dengan langkah dan tugas-tugas sutradara seperti sudah dijelaskan pada subbab menyiapkan pertunjukan teater daerah setempat, yaitu: menentukan nada dasar, memilih pemain atau pengkastingan, latihan, tata teknik pentas, menguatkan dan melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, memengaruhi jiwa pemain, dan koordinasi
d. Menentukan tim setting. Ruang merupakan bentuk panggung untuk menciptakan tempat guna kepentingan gerak pemeran, dan juga untuk mewujudkan latar (aspek ruang). Oleh sebab itu, konsep ruang dalam pembahasan ini adalah mengenai bentuk panggung. Kehadiran tim setting sangat penting karena mereka yang akan menentukan gambaran tentang tempat kejadian. Mereka akan menentukan bentuk panggung (realis atau nonrealis), menata isi dekorasi, dan semua yang berhubungan dengan pemanggungandengan tanpa mengurangi penafsiran sutradara.
e. Menentukan tim penata cahaya. Tidak kalah penting adalah tim penata cahaya juga sangat dominan karena kalau pertunjukan dilaksanakan pada malam hari tanpa ada cahaya, maka prosesi pertunjukanakan sia-sia. Pada hakikatnya ada dua fungsi cahaya dalam sebuah pertunjukan teater, yaitu: cahaya sebagai sebagai penerangan dan cahaya sebagai penyinaran. Cahaya sebagai penerangan (general illumination), maksudnya mempunyai tujuan sebagai penerangan suatu tempat atau ruangan dalam panggung agar tidak terkesan gelap. Sedangkan sebagai penyinaran (specific illumination) mengandung maksud dan tujuan yang lebih kompleks yaitu menerangi bagian-bagian tertentu, seperti: pentas, properti, ataupun pemain. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek dramatik atau suasana tertentu lebih mengena. Pada teater daerahzaman dahulu fungsi lampu hanya sebagai penerangan.
f. Menentukan tim penata rias. Tata rias adalah seni menggunakan alat dan bahan-bahan kosmetik untuk mewujudkan karakter wajah dan tubuh tokoh. Sedangkan tugas rias adalah memberikan bantuan dengan jalan memberikan dandanan atau perubahan-perubahan pada para pemain hingga terbentuk dunia panggung dengan suasana yang kena dan wajar. (Harymawan, 1988, h. 134). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merias wajah karakter tokoh dalam seni teater daerah adalah pencarian karakter alami seorang tokoh dalam keadaan keseharian masyarakat.
g. Menentukan tim penata busana. Busana merupakan pakaian serta perlengkapan (aksesoris) yang
digunakan oleh tokoh di atas pentas. Fungsi busana adalah membantu menghidupkan pelaku, yaitu agar busana yang dikenakan sanggup menunjukkan siapa tokoh itu sesungguhnya. Oleh sebab itu, hendaknya busana yang dikenakan oleh seorang tokoh mampu menampilkan kepribadiannya, status sosialnya, maupun usianya.
h. Menentukan tim musik. Musik pada pertunjukan teater daerah sangat penting. Kehadiran musik pada teater daerah biasanya sebagai pembuka acara, menunjukkan keadaan kondisi tokoh seperti: senang;sedih; dan lain-lain, dan yang terakhir sebagai penutup pertunjukan
a. Memilih sutradara yang andal dan mumpuni, bisa diambil dari seniman daerah yang memang memiliki kemampuan di bidang seni teater daerah masing-masing.
b. Memilih cerita yang akan disampaikan ke penonton, biasanya kalau sudah menemukan sutradara yang andal dan mumpuni, sang sutradara sudah memiliki gambaran cerita yang akan diangkat.
c. Menentukan pemain. Pada tahap ketiga berhubungan dengan langkah dan tugas-tugas sutradara seperti sudah dijelaskan pada subbab menyiapkan pertunjukan teater daerah setempat, yaitu: menentukan nada dasar, memilih pemain atau pengkastingan, latihan, tata teknik pentas, menguatkan dan melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, memengaruhi jiwa pemain, dan koordinasi
d. Menentukan tim setting. Ruang merupakan bentuk panggung untuk menciptakan tempat guna kepentingan gerak pemeran, dan juga untuk mewujudkan latar (aspek ruang). Oleh sebab itu, konsep ruang dalam pembahasan ini adalah mengenai bentuk panggung. Kehadiran tim setting sangat penting karena mereka yang akan menentukan gambaran tentang tempat kejadian. Mereka akan menentukan bentuk panggung (realis atau nonrealis), menata isi dekorasi, dan semua yang berhubungan dengan pemanggungandengan tanpa mengurangi penafsiran sutradara.
e. Menentukan tim penata cahaya. Tidak kalah penting adalah tim penata cahaya juga sangat dominan karena kalau pertunjukan dilaksanakan pada malam hari tanpa ada cahaya, maka prosesi pertunjukanakan sia-sia. Pada hakikatnya ada dua fungsi cahaya dalam sebuah pertunjukan teater, yaitu: cahaya sebagai sebagai penerangan dan cahaya sebagai penyinaran. Cahaya sebagai penerangan (general illumination), maksudnya mempunyai tujuan sebagai penerangan suatu tempat atau ruangan dalam panggung agar tidak terkesan gelap. Sedangkan sebagai penyinaran (specific illumination) mengandung maksud dan tujuan yang lebih kompleks yaitu menerangi bagian-bagian tertentu, seperti: pentas, properti, ataupun pemain. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek dramatik atau suasana tertentu lebih mengena. Pada teater daerahzaman dahulu fungsi lampu hanya sebagai penerangan.
f. Menentukan tim penata rias. Tata rias adalah seni menggunakan alat dan bahan-bahan kosmetik untuk mewujudkan karakter wajah dan tubuh tokoh. Sedangkan tugas rias adalah memberikan bantuan dengan jalan memberikan dandanan atau perubahan-perubahan pada para pemain hingga terbentuk dunia panggung dengan suasana yang kena dan wajar. (Harymawan, 1988, h. 134). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merias wajah karakter tokoh dalam seni teater daerah adalah pencarian karakter alami seorang tokoh dalam keadaan keseharian masyarakat.
g. Menentukan tim penata busana. Busana merupakan pakaian serta perlengkapan (aksesoris) yang
digunakan oleh tokoh di atas pentas. Fungsi busana adalah membantu menghidupkan pelaku, yaitu agar busana yang dikenakan sanggup menunjukkan siapa tokoh itu sesungguhnya. Oleh sebab itu, hendaknya busana yang dikenakan oleh seorang tokoh mampu menampilkan kepribadiannya, status sosialnya, maupun usianya.
h. Menentukan tim musik. Musik pada pertunjukan teater daerah sangat penting. Kehadiran musik pada teater daerah biasanya sebagai pembuka acara, menunjukkan keadaan kondisi tokoh seperti: senang;sedih; dan lain-lain, dan yang terakhir sebagai penutup pertunjukan
Sabtu, 09 April 2016
Teater Mendu dari Kepulauan Riau
Teater Mendu dari Kepulauan Riau
Mendu adalah sebuah kesenian yang menyebar ke berbagai tempat di daerah yang disebut sebagai Pulau Tujuh, yakni: Bunguran Timur (Ranai dan Sepempang), Siantan (Terempa dan Langi), dan Midai di Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Mendu adalah seni pertunjukan yang unik. Keunikannya adalah cerita yang dimainkan tanpa naskah, sehingga para pemain harus hafal benar alur ceritanya di luar kepala. Dialog-dialognya disampaikan dengan tarian dan nyanyian yang diiringi dengan musik yang khas, gabungan dari bunyi gong, gendang, beduk, biola, dan kaleng. Sementara itu, lagu-lagu yang dinyanyikan adalah: Air Mawar, Jalan Kunon, Ilang Wayat, Perang, Beremas, Ayuhai, Tale Satu, Pucok Labu, Sengkawang, Nasib, Numu Satu Serawak, Setanggi, Burung Putih, Wakang Pecah, Mas Merah, Indar Tarik Lembu, Numu Satu, Lemak Lamun, Lakau, dan Catuk. Sedangkan tarian-tariannya adalah: Air Mawar, Lemak Lamun, Lakau, Ladun, Jalan Runon, dan Baremas.
Cerita yang dimainkan adalah Hikayat Dewa Mendu yang diangkat dari cerita rakyat masyarakat Bunguran-Natuna. Cerita itu terbagi dalam tujuh episode. Ketujuh episode tersebut sebagai berikut.
Bahasa yang dipergunakan dalam berdialog adalah bahasa Mendu dan bahasa Melayu sehari-hari masyarakat pendukungnya. Bahasa Mendu digunakan oleh para tokoh utama, sedangkan bahasa Melayu sehari-hari digunakan oleh tokoh-tokoh lainnya, seperti: jin, dayang, dan peran pembantu lainnya.
Mendu adalah sebuah kesenian yang menyebar ke berbagai tempat di daerah yang disebut sebagai Pulau Tujuh, yakni: Bunguran Timur (Ranai dan Sepempang), Siantan (Terempa dan Langi), dan Midai di Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Mendu adalah seni pertunjukan yang unik. Keunikannya adalah cerita yang dimainkan tanpa naskah, sehingga para pemain harus hafal benar alur ceritanya di luar kepala. Dialog-dialognya disampaikan dengan tarian dan nyanyian yang diiringi dengan musik yang khas, gabungan dari bunyi gong, gendang, beduk, biola, dan kaleng. Sementara itu, lagu-lagu yang dinyanyikan adalah: Air Mawar, Jalan Kunon, Ilang Wayat, Perang, Beremas, Ayuhai, Tale Satu, Pucok Labu, Sengkawang, Nasib, Numu Satu Serawak, Setanggi, Burung Putih, Wakang Pecah, Mas Merah, Indar Tarik Lembu, Numu Satu, Lemak Lamun, Lakau, dan Catuk. Sedangkan tarian-tariannya adalah: Air Mawar, Lemak Lamun, Lakau, Ladun, Jalan Runon, dan Baremas.
Cerita yang dimainkan adalah Hikayat Dewa Mendu yang diangkat dari cerita rakyat masyarakat Bunguran-Natuna. Cerita itu terbagi dalam tujuh episode. Ketujuh episode tersebut sebagai berikut.
- Episode pertama, menceritakan kehidupan di kayangan dan turunnya Dewa Mendu dan Angkara Dewa ke dunia yang fana.
- Episode kedua, menceritakan berpisahnya Dewa Mendu dengan Siti Mahdewi akibat perbuatan jin jahat yang diutus oleh Maharaja Laksemalik.
- Episode ketiga, menceritakan perjalanan Siti Mahdewi, kelahiran anaknya yang kemudian diberi nama Kilan Cahaya, dan perjumpaannya dengan Nenek Kabayan.
- Episode keempat, mengisahkan tentang perjalanan Dewa Mendu yang kemudian sampai di sebuah kerajaan yang rajanya bernama Bahailani.
- Episode kelima, menceritakan perjalanan Dewa Mendu ke sebuah kerajaan yang rajanya bernama Majusi.
- Episode keenam, menceritakan perjalanan Dewa Mendu ke sebuah kerajaan yang rajanya bernama Firmansyah.
- Episode ketujuh, mengisahkan bagaimana Dewa Mendu bertemu dengan Kilan Cahaya yang diawali dengan perkelahian antarkeduanya. Cerita Dewa Mendu ini dapat dimainkan dalam beberapa versi, namun inti ceritanya tetap sama.
Bahasa yang dipergunakan dalam berdialog adalah bahasa Mendu dan bahasa Melayu sehari-hari masyarakat pendukungnya. Bahasa Mendu digunakan oleh para tokoh utama, sedangkan bahasa Melayu sehari-hari digunakan oleh tokoh-tokoh lainnya, seperti: jin, dayang, dan peran pembantu lainnya.
Teater Tradisi dari Jawa Tengah dan Yogyakarta
Teater Tradisi dari Jawa Tengah dan Yogyakarta
a. Ketoprak
Teater yang amat populer di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini cukup tua usianya, yaitu muncul sejak tahun 1887. Mula-mula hanya merupakan permainan lesung orang-orang desa di bawah bulan purnama, kemudian ditambah tembang dan nyanyian. Jadi, bukan tontonan. Baru pada tahun 1909, setelah dimodifikasi dengan tambahan alat-alat musik, seperti kendang, terbang, seruling, dan kecrek, pertunjukan ini dipertontonkan. Pada tahun 1920-an berkembanglah kelompok-kelompok ketoprak yang mempertontonkan ketoprak dalam bentuk seperti yang kita kenal sekarang.
Pertunjukannya pun tidak lagi diselenggarakan di halaman rumah atau pendapa, melainkan beralih ke panggung prosenium. Cerita yang dipentaskan beragam dan sejak tahun 1930-an sudah mengambil sumbersumber cerita yang lebih modern.
b. Wayang Wong
Teater Wayang Wong (Wayang Orang) semula muncul di Istana Yogyakarta pada pertengahan abad 18, namun akhirnya keluar istana dan menjadi kegemaran rakyat. Pertunjukannya diselenggarakan di pasarpasar malam, taman hiburan, dan di pentas prosenium. Penataan panggung realistik dengan set ruangan keraton, gerbang keraton, jalan desa, dan lain-lain. Cerita yang dipentaskan umumnya Mahabharata dan Ramayana yang dipelajari dari guru-guru tari keraton. Pemainnya harus pandai menari dan menembang serta memahami tarian untuk karakter tertentu, selain juga mampu melakukan brontowecono (berdialog) dalam karakter yang dibawakannya.
a. Ketoprak
Teater yang amat populer di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini cukup tua usianya, yaitu muncul sejak tahun 1887. Mula-mula hanya merupakan permainan lesung orang-orang desa di bawah bulan purnama, kemudian ditambah tembang dan nyanyian. Jadi, bukan tontonan. Baru pada tahun 1909, setelah dimodifikasi dengan tambahan alat-alat musik, seperti kendang, terbang, seruling, dan kecrek, pertunjukan ini dipertontonkan. Pada tahun 1920-an berkembanglah kelompok-kelompok ketoprak yang mempertontonkan ketoprak dalam bentuk seperti yang kita kenal sekarang.
Pertunjukannya pun tidak lagi diselenggarakan di halaman rumah atau pendapa, melainkan beralih ke panggung prosenium. Cerita yang dipentaskan beragam dan sejak tahun 1930-an sudah mengambil sumbersumber cerita yang lebih modern.
b. Wayang Wong
Teater Wayang Wong (Wayang Orang) semula muncul di Istana Yogyakarta pada pertengahan abad 18, namun akhirnya keluar istana dan menjadi kegemaran rakyat. Pertunjukannya diselenggarakan di pasarpasar malam, taman hiburan, dan di pentas prosenium. Penataan panggung realistik dengan set ruangan keraton, gerbang keraton, jalan desa, dan lain-lain. Cerita yang dipentaskan umumnya Mahabharata dan Ramayana yang dipelajari dari guru-guru tari keraton. Pemainnya harus pandai menari dan menembang serta memahami tarian untuk karakter tertentu, selain juga mampu melakukan brontowecono (berdialog) dalam karakter yang dibawakannya.
Teater Tradisi dari Jawa Barat
Teater Tradisi dari Jawa Barat
Sukabumi adalah salah satu kebupaten yang ada di Jawa Barat. Di sana ada teater khas yang bernama “Gekbreng”. Kesenian yang berupa drama tari ini bersifat humor yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat sehari-hari. Nama Gekbreng itu sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “gek” dan “breng” yang artinya “duduk seketika”. Dengan demikian, Gekbreng dapat diartikan ketika seseorang duduk, saat itu pula riuh rendah bunyi gamelan memulai aksi pertunjukan. Kesenian Gekbreng diciptakan oleh Abah Ba’i pada tahun 1918, setelah tamat berguru pada seorang seniman longser yang bernama Abah Emod alias Abah Soang di Kampung Situ Gentang Ranji, Sukabumi.
Konon, kesenian ini timbul dari reaksi masyarakat atas ketidakadilan yang dilakukan oleh para penguasa waktu itu. Dengan kreatifitasnya, Abah Ba’i menangkap keluhan-keluhan masyarakat terhadap penguasa itu dan meramunya menjadi suatu bentuk drama tari yang bersifat humor yang kemudian disebut Gekbreng. Jadi, dahulu Gekbreng adalah suatu kesenian yang bertujuan untuk mengingatkan para penguasa melalui sindiran-sindiran halus yang disampaikan dengan gaya humor agar jangan terlalu sewenang-wenang dalam menggunakan kekuasaannya. Peralatan musik yang digunakan untuk mengiring pertunjukan Gekbreng adalah seperangkat gamelan berlaras selendro yang terdiri atas: (1) kendang; (2) terompet; (3) ketuk tilu; (4) rebab; (5) rincik; da (6) gong.
Pertunjukan Gekbreng biasanya diadakan di tempat terbuka atau tempat yang agak luas, seperti pendapa atau halaman rumah. Para penontonnya duduk berkeliling membentuk huruf U atau tapal kuda. Demikian pula dekorasi panggungnya, terkesan cukup seadanya dan bahkan bersifat abstrak imajiner. Pertunjukan teater rakyat ini dapat dilakukan pada siang maupun malam hari. Pada malam hari, sebagai pencahayaan dipergunakan obor tradisional bersumbu tiga yang disebut oncor
Sukabumi adalah salah satu kebupaten yang ada di Jawa Barat. Di sana ada teater khas yang bernama “Gekbreng”. Kesenian yang berupa drama tari ini bersifat humor yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat sehari-hari. Nama Gekbreng itu sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “gek” dan “breng” yang artinya “duduk seketika”. Dengan demikian, Gekbreng dapat diartikan ketika seseorang duduk, saat itu pula riuh rendah bunyi gamelan memulai aksi pertunjukan. Kesenian Gekbreng diciptakan oleh Abah Ba’i pada tahun 1918, setelah tamat berguru pada seorang seniman longser yang bernama Abah Emod alias Abah Soang di Kampung Situ Gentang Ranji, Sukabumi.
Konon, kesenian ini timbul dari reaksi masyarakat atas ketidakadilan yang dilakukan oleh para penguasa waktu itu. Dengan kreatifitasnya, Abah Ba’i menangkap keluhan-keluhan masyarakat terhadap penguasa itu dan meramunya menjadi suatu bentuk drama tari yang bersifat humor yang kemudian disebut Gekbreng. Jadi, dahulu Gekbreng adalah suatu kesenian yang bertujuan untuk mengingatkan para penguasa melalui sindiran-sindiran halus yang disampaikan dengan gaya humor agar jangan terlalu sewenang-wenang dalam menggunakan kekuasaannya. Peralatan musik yang digunakan untuk mengiring pertunjukan Gekbreng adalah seperangkat gamelan berlaras selendro yang terdiri atas: (1) kendang; (2) terompet; (3) ketuk tilu; (4) rebab; (5) rincik; da (6) gong.
Pertunjukan Gekbreng biasanya diadakan di tempat terbuka atau tempat yang agak luas, seperti pendapa atau halaman rumah. Para penontonnya duduk berkeliling membentuk huruf U atau tapal kuda. Demikian pula dekorasi panggungnya, terkesan cukup seadanya dan bahkan bersifat abstrak imajiner. Pertunjukan teater rakyat ini dapat dilakukan pada siang maupun malam hari. Pada malam hari, sebagai pencahayaan dipergunakan obor tradisional bersumbu tiga yang disebut oncor
Hal-hal yang bisa dilakukan dalam menerapkan kerja sama dalam berteater antara lain ?
Adapun hal-hal yang bisa dilakukan dalam menerapkan kerja sama dalam berteater antara lain sebagai berikut.
1. Latihan keaktoran.
Dengan sering latihan bersama akan menciptakan suasana keakraban dan rasa kekeluargaan yang kuat.
2. Latihan tim musikalitas
Latihan musikalitas bisa dilakukan dengan membuat atau mengaransemen musik dan mengaransemen ilustrasi bunyi agar menjadi bunyi yang berkomposisi. Pada musik teater tradisi biasanya alat-alat yang digunakan adalah alat-alat musik tradisi seperti gong, bonang, rebab, angklung, kentungan, dan sebagainya.
3. Latihan tim seting
Latihan tim seting pada teater tradional yang lebih profesional biasanya dilakukan dengasn membuat tampilan panggung pertunjukan semirip mungkin dengan kondisi realitas, seperti gardu ronda, serambi rumah, sawah, hutan yang bisa dilakukan dengan gambar dua dimensi sebagai backdrop.
4. Latihan tim lighting
Fungsi lighting adalah sebagai penerangan dan sebagai pembuat efekefek khusus. Latihan tim lighting bisa dilakukan dengan sering mengenali intensitas dan warna cahaya yang biasanya menggunakan filter warnawarni untuk menciptakan efek suasana tertentu. Seperti untuk menampilkan suasana penuh kemarahan dan ketegangan bisa menggunakan lampu dengan filter warna merah, dan sebagainya.
Selain itu, penguasaan dimer (alat elektronik untuk mengontrol intensitas pencahayaan) juga penting. Setelah masing-masing tim memahami tugas dan kewajiban masingmasing, sutradara bertugas merangkai semua tim agar saling bekerja sama dalam mewujudkan pertunjukan teater
1. Latihan keaktoran.
Dengan sering latihan bersama akan menciptakan suasana keakraban dan rasa kekeluargaan yang kuat.
2. Latihan tim musikalitas
Latihan musikalitas bisa dilakukan dengan membuat atau mengaransemen musik dan mengaransemen ilustrasi bunyi agar menjadi bunyi yang berkomposisi. Pada musik teater tradisi biasanya alat-alat yang digunakan adalah alat-alat musik tradisi seperti gong, bonang, rebab, angklung, kentungan, dan sebagainya.
3. Latihan tim seting
Latihan tim seting pada teater tradional yang lebih profesional biasanya dilakukan dengasn membuat tampilan panggung pertunjukan semirip mungkin dengan kondisi realitas, seperti gardu ronda, serambi rumah, sawah, hutan yang bisa dilakukan dengan gambar dua dimensi sebagai backdrop.
4. Latihan tim lighting
Fungsi lighting adalah sebagai penerangan dan sebagai pembuat efekefek khusus. Latihan tim lighting bisa dilakukan dengan sering mengenali intensitas dan warna cahaya yang biasanya menggunakan filter warnawarni untuk menciptakan efek suasana tertentu. Seperti untuk menampilkan suasana penuh kemarahan dan ketegangan bisa menggunakan lampu dengan filter warna merah, dan sebagainya.
Selain itu, penguasaan dimer (alat elektronik untuk mengontrol intensitas pencahayaan) juga penting. Setelah masing-masing tim memahami tugas dan kewajiban masingmasing, sutradara bertugas merangkai semua tim agar saling bekerja sama dalam mewujudkan pertunjukan teater
Langganan:
Postingan (Atom)